Jumat, 21 November 2008

Raja yang Menunggangi Seekor Keledai

Lukas 19:28-40

Hari itu adalah hari menjelang Paskah, mata dan pikiran Yesus sudah tertuju ke Yerusalem. Dari Yerikho setelah mengucap kata dan makan dirumah Zakheus si ”pendek” itu, serta membaringkan diri di rumah Simon, Yesus memiliki kurang lebih kekuatan untuk meneruskan perjalanannya ke Yerusalem….Yah…..Sekurang-kurangnya kekuatan mental cukup tertolong dengan perut sedikit kenyang dan tubuh yang lebih segar. Jarak antara Yerekho ke Yerusalem sekitar tujuh belas mil atau 27 kilometer (mungkin kayak Magelang ke Medari). Dari Yerikho menuju dekat Betania, Yesus berjalan kaki dengan para muridNya, mungkin Betania sekitar lima kilometer lagi jauhnya dari Yerusalem. Yesus rupanya berhenti, dan menyuruh muridNya mengambilkan seekor keledai muda yang terlambat, yang belum pernah ditunggangi Selanjutnya mengenai perjalanan penemuan keledai itu, Yesus memberitahu kan mereka kronologinya. Kronologi itu benar, keilahianNya sekali lagi terbukti di sana.
Tidak ada tanda-tanda kelelahan pada diri Yesus sehingga mencari keledai untuk ditunggangi, padang gurun di saat Ia puasa empat puluh hari aja dilewati oleh Dia, menjelajahi desa hingga kota biasa bagi Dia. Apa artinya tujuh belas mil? Juga Ia tidak terburu-buru, segala sesuatu sudah diperhitungkan dengan kalkulator Surga. Andaikata Ia terburu-buru, mungkin Ia mencari kuda atau terbang bak superman, paling banter lari pelan-pelan sambil ngatur napas. Tidak ada lain, kisah ini sekadar untuk mengingatkan kita sebuah nubuatan dalam Zakharia 9:9 (4 SM). He is A King!!
Yesus memang seorang Raja, bahkan Raja di antara dan atas segala raja. Sekalipun Ia lahir di kandang Betlehem, kumuh dan kotor, toh Majus dan para gembala (gambaran seluruh kelas sosial) di padang datang menyembahNya, Herodes dengan gemeter mendengar berita itu, apalagi setelah ia (Herodes) memanggil para imam kepala dan ahli Taurat, lagi-lagi mereka mengiyakan bahwa Mesias akan lahir di Betlehem (Matius 2:4). Bukan ramalan para imam dan ahli Taurat, melainkan nubuatan sang Nabi Mikha (Mikha 1:5).
Yesus memang adalah Raja, bahkan Raja di antara dan atas segala Raja. Sepak terjangnya menggegerkan seluruh Palestina, bahkan menggeser posisi para jago kitab yang sudah banyak makan garam, hingga darah tingginya memperlihatkan betapa mereka jengkel kepada Yesus. Wow....Apalagi ketika Yesus berkata bahwa Ia lebih dahulu ada daripada Abraham; Siapa sih loe? Hanya itu yang dapat diucapkan oleh kontra Yesus, tanpa dapat berargumen dan membuktikan kesalahanNya. Boro-boro cari alasan, yang penting, bunuh aja tuh Yesus. Dalam hal ini, Pontius Pilatus lebih rasional dan terus terang, aku tidak mendapati kesalahan pada orang ini. Mau bermain yang penting? Itu urusan kalian, aku tidak ikut campur. Pernyataan Pontius mengingatkan kita ketika Yesus berkata, bahwa Ia adalah kebenaran. Perhatikan dengan saksama kalimat Yesus itu; Ia bukan orang yang sedang mencari kebenaran, bukan orang yang sudah menemukan kebenaran, bukan orang yang sekadar mengajarkan kebenaran, tapi Ia lah kebenaran itu sendiri, pada dirinya, dan oleh diriNyalah kebenaran Allah itu dinyatakan. He is A King!!
He is A King apa?? Saat itu orang pun meneriakkan kalimat itu dengan gempita, bahkan mungkin sang keledai terheran-heran, sambil berpikir, siapa gerangan yang menunggangiku? Sebenarnya, keledai itu sama tidak mengertinya dengan suporter – suporter itu. Dari sisi pandangan Yesus, mereka tidak mengenal siapa diriNya. Mereka memahami Yesus sebagai Mesias (yang dijanjikan) sang pembebas, berkarakter seperti Daud. Mungkin inilah Dia yang diramalkan menjadi seorang pemimpin perang yang sejati dalam pemerintahan Israel mendatang; Seorang penakluk seperti kisah Alexander Agung.
Sayang sekali, mereka salah kaprah. Dia bukan mimpi orang-orang itu, Dia bukan jawaban mereka, pedang digantikan dengan cinta, perisai digantikan dengan Firman Tuhan, kemarahan digantikan dengan senyuman manis, kebencian digantikan dengan pengampunan, bahkan kuda digantikan dengan keledai (simbol sebuah kedamaian). Apakah engkau mau menerimaku sebagai Rajamu? Antusias dan ambisi yang berkobar, mengalami kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu. Nafsu atau kebenaran?
Tiba-tiba, doxa en uphistous berubah menjadi stauroson auto, kemuliaan bagi Allah menjadi salibkan Dia!! Seketika itu juga kebenaran harus menangis. Jikalau yang lalu Ia sudah mengetahuinya dalam gambaran pra-pengetahuanNya, namun, saat ini dengan mata hatiNya Ia melihat sendiri sebuah keinginan memanfaatkan dan kesegeraan penolakan, ketika pemanfaatan atas diriNya gagal oleh mereka.
Inilah gambaran dunia saat ini yang di copy dari masa lalu. Peperangan untuk alasan perdamaian, namun sejarah telah membuktikan bahwa peperangan bukanlah sebuah jalan perdamaian, namun jalan yang menaburkan benih kebencian. Jangan sampai kuda menggantikan keledai, biarlah kuda bebas berlari dalam alamnya, dan keledai terpelihara baik dalam kehangatan keluarga kita. Yesus merindukan sebuah cinta yang terukir dari tangan kita, karena dengan begitu dunia akan mengenal sukacita abadi. Tiba-tiba stauroson auto, menjadi doxa en uphistous (salibkan Dia, menjadi kemuliaan bagi Allah di tempat Maha Tinggi). Amin.




 

Tidak ada komentar: