Jumat, 21 November 2008

TEMPAT PERSINGGAHAN SEMENTARA

William Shakespeare (1564- 1616) sang penyair mengatakan,
”Death, as the Psalmist saith, is certain to all, all shall die.”
“Kematian, seperti yang dikatakan pemazmur, adalah pasti untuk semua orang, semua orang akan mati.”

Frase ”semua orang akan mati” adalah frase yang tidak terkecualikan, siapapun dia, dan di manapun dia. Mengenai hal ini, tentu juga tertuju pada Anda dan saya. I believe, we all doesn't deny it (saya percaya, kita semua tidak memungkiri hal tersebut). Namun, yang seringkali menjadi pertanyaan adalah, kemanakah perginya orang yang telah meninggal itu?? Pertanyaan ini seringkali ditanyakan oleh para filsuf dan orang-orang yang sedang berdukacita.
Jawaban atas pertanyaan itu dijawab oleh Alkitab dengan begitu jelas pada Lukas 16:19-31, mengenai kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin. Kisah tersebut merupakan sebuah perumpamaan Tuhan Yesus yang menggambarkan keberadaan dua orang itu. Yang kaya berada di Hades (dunia bawah, bukan neraka), dan yang miskin berada di Firdaus (alam penantian, bukan Surga). Hal yang tidak kalah menarik dalam kisah itu adalah, mereka tidak dapat saling mengunjungi satu dengan yang lain (ayat 26). Selain itu, kondisi dan situasi kedua orang itu juga berbeda, antara kenyamanan di pangkuan Abraham dan penderitaan tanpa setetes air.
Firdaus atau tempat keberadaan orang miskin itu adalah tempat yang juga dikunjungi oleh penjahat yang bertobat di samping Tuhan Yesus (baca Lukas 23:39-43). Firdaus, kata “Firdaus” (bahasa Inggris paradise) tidak muncul di Perjanjian Lama. Kata paradeisos sendiri berasal dari bahasa Persia kuno yang berarti “taman”. Kata ini hanya muncul tiga kali di Perjanjian Baru (Luk 23:43; 2Kor 12:4; Why 2:7). Dalam terjemahan LXX (septuaginta), kata paradeisos beberapa kali muncul untuk menerjemahkan kata Ibrani gan (“taman”), misalnya “Taman Eden” di Kejadian 3:23 diterjemahkan paradeisos (“taman kesenangan”).
Dalam perkembangan selanjutnya, kata paradeisos sering dipakai secara figuratif dalam konteks eskhatologis (berhubungan dengan akhir jaman atau kekekalan). Kata ini muncul di Yesaya 51:3, Yehezkiel 28:13 dan 31:8 sebagai rujukan pada situasi baru ketika Tuhan memulihkan Sion. Dalam tulisan-tulisan Yahudi, paradeisos dipakai untuk tempat tinggal sementara dari orang-orang kudus yang telah meninggal. Penggunaan paradeisos dalam konteks eskhatologis ini selanjutnya juga muncul di Perjanjian Baru (Luk 23:43; 2Kor 12:4; Why 2:7).
Bagian Alkitab yang juga menyatakan secara eksplisit mengenai Firdaus adalah kitab Wahyu 6:9-11(walaupun tidak secara inplisit—menunjukkan suatu tempat ”bersama Yesus)), ketika mereka (yang mati dalam Yesus), mengajukan satu pertanyaan penting, "Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?" (ay. 10). Pertanyaan tersebut mengindikasikan keberadaan mereka di suatu tempat persinggahan sementara. Apa yang kemuadian dilakukan Yesus? Saat pertanyaan itu dilontarkan, maka Yesus memberikan sehelai jubah putih dan diminta menunggu sampai genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka. Ulasan Pdt.Benny Solihin mengenai bagian ini, dipaparkan sebagai berikut: Beberapa penafsir berpendapat bahwa pemberian jubah putih ini merupakan suatu pelukisan akan tubuh spiritual atau tubuh mulia di dalam intermediate state. Tubuh mulia itu diberikan tanpa menunggu kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Kepada mereka dikatakan bahwa mereka harus beristirahat (menunggu) sedikit waktu lagi sampai genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka yang dibunuh sama seperti mereka.
Leon Morris menjelaskan, Itu tidak berarti bahwa Allah menginginkan suatu jumlah angka yang khusus dari jiwa-jiwa para martir dan Ia menunggu sampai jumlah itu terpenuhi. Yang benar adalah Allah bekerja berdasarkan rencana-Nya dan dalam rencana-Nya ada tempat untuk martir-martir lain. Rencana itu tidak bisa diperlambat atau dipercepat. George E. Ladd meragukan bila perikop ini menceritakan tentang intermediate state (tempat persinggahan sementara), terutama Wahyu 6:9, "Aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki." Ia berpendapat bahwa ia adalah suatu metafora untuk menjelaskan kematian para martir dan tidak mengatakan tentang tempat tinggal setelah kematian. Hanhart juga mengambil posisi yang sama dengan Ladd. Tetapi saya (Benny Solihin) kurang sejalan dengan pendapat mereka. Bila kita perhatikan dengan lebih seksama, maka kita akan melihat bahwa para martir itu ada dalam keadaan sementara, belum final. Mereka masih harus menunggu sesuatu yang akan datang. Jelas ini melukiskan intermediate state.
Dari ulasan di atas maka terkonseplah suatu pemikiran bahwa roh orang mati (yang dibenarkan): 1. Berada di tempat peristirahatan sementara, yang disebut Firdaus (Eden Rohani). Bersama-sama dengan Tuhan Yesus (Yesus is Maha eksis). 2. Ulasan di atas menyanggah pendapat yang mengatakan bahwa tempat persinggahan orang mati adalah purgatorium (tempat penyucian), karena sama sekali tidak ada indikasi Firman Allah ke doktrin tersebut. 3. Ulasan di atas juga, menyanggah kondisi orang mati dalam doktrin pemahaman China kuno, yang memahami bahwa di dunia orang mati, yang baik dan jahat dikumpulkan dan diberikan teh lupa ingatan untuk bereinkarnasi [pemaparan di atas, 1. Tidak ada konsep re-inkarnasi. 2. Dalam kisah perumpamaan Yesus (sekalipun perumpamaan), namun jelas menyatakan adanya kesadaran di alam bawah dan atas].

Tulisan ini dibuat untuk orang awam yang mencari kebenaran mengenai keberadaan orang beriman setelah meninggal, dan mereka yang berduka saat masih membaca tulisan ini.
”Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”
Dari : Rasul Paulus
Alamat : Taman Firdaus Allah


 

Tidak ada komentar: